Kekayaan Alam dan Sumber daya air

 


Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Dimana manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa air. Air tersedia cukup banyak, namun yang dapat digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-hari sedikit karena air yang dapat digunakan oleh manusia hanyalah air yang bersih. Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan karena sangat penting untuk konsumsi rumah tangga, kebutuhan industri dan tempat umum. Karena pentingnya kebutuhan akan air bersih, maka wajar jika sektor air bersih mendapatkan prioritas penanganan utama karena menyangkut kehidupan orang banyak. Jika kebutuhan terhadap air bersih tidak diimbangi dengan pengelolaan sumber daya air yang baik, maka berdampak pada kuantitas air tersebut dan yang terjadi krisis air bersih. Krisis air bersih adalah minimnya jumlah air bersih yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan di suatu wilayah. Ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan air bersih dialami oleh sebagian besar wilayah di Indonesia.

Permasalahan Sumber Daya Air di Indonesia terdiri dari 3 sisi yaitu, permasalahan dari sisi pasokan/ ketersediaan, permasalahan dari sisi penggunaan,  dan permasalahan dari sisi manajemen.

1. Permasalahan Sumber Daya Air dari sisi pasokan


Pengaruh Global Climate Change. Pengaruh global climate change seperti “efek rumah kaca”, pemanasan global dan sebagainya menyebabkan semakin sering dan semakin besarnya intensitas “extreme climate events” sebagaimana dua kejadian yang berlawanan yang kita alami akhir-akhir ini yaitu LaNina (fenomena /curah hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung lama disuatu tempat) dan ElNino ( fenomena sebaliknya /kekeringan).

Kerusakan Daerah Aliran Sungai. Semakin meluasnya degradasi DAS dan semakin tingginya sedimentasi akibat pembabatan hutan dan praktek pertanian serta perkebunan yang tidak mengikuti aspek konservasi tanah dan air yang didorong oleh tekanan kependudukan dan meningkatnya kegiatan ekonomi dan tata guna tanah serta tata ruang yang tidak kondusif.

Kerusakan Sumber Air. Menyempitnya  sungai-sungai karena tingginya tingkat kandungan lumpur akibat erosi dan sedimentasi yang disebabkan rusaknya DAS maupun akibat sampah yang dibuang penduduk disekitar sungai. Sungai yang menyempit akan menyebabkan melimpahnya aliran sungai diwaktu banjir. Adanya situ-situ yang dikonversi menjadi daerah pemukiman menyebabkan semakin menurunnya resapan untuk “recharge” air tanah.  Tercemarnya sumber-sumber air seperti sungai, danau, dan waduk oleh limbah industri, penduduk maupun pertanian.

Krisis Air.Semakin meningkatnya kekurangan air dan konflik antar pemakai tentang penggunaan air yang terjadi terutama pada musim kemarau di daerah-daerah rawan air meskipun siklus curah hujan relative sama dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena disatu sisi pasokan air alamiah (curah hujan) relatif sama tapi kualitas air yang secara alamiah mengalir di sungai menurun akibat menurunnya fungsi resapan dari DAS serta pencemaran air sungai akibat prilaku bahwa sungai adalah tempat pembuangan segala macam sampah dan limbah yang paling gampang. Disisi lain, kebutuhan air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, sehingga telah terjadi ketidak seimbangan  antara pasokan air dan kebutuhan akan air.

Pencemaran Air Tanah. Pada beberapa tempat air tanah telah tercemar oleh intrusi air laut  dan limbah domestik dan industri. Hal ini akan membahayakan penduduk yang memakainya sebagi air minum.

Ancaman hujan asam karena polusi udara telah mencapai ambang yang membahayakan, hal ini terjadi di dan sekitar kota besar.

 


2. Permasalahan dari sisi penggunaan

Dampak pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk akan menimbulkan bertambahnya kebutuhan akan pangan dan bahkan tekanan yang sangat besar atas tanah (lahan) dan air.

Dampak pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang dimanifestasikan dalam meningkatnya kegiatan industri, jasa dan perkotaan memerlukan dukungan dari berbagai sector diantaranya penyediaan air baku. Kebutuhan air baku untuk industry ,jasa dan perkotaan diperkirakan akan meningkat sebesar 2 s/d 3 kali dari kebutuhan.

Daerah irigasi beralih fungsi menjadi daerah pemukiman dan industri. Menurut perkiraan INUDS (Indonesian National Urban Develompment Study) yang dikutip dari World Bank selama kurun waktu 1980-1985, areal perkotaan di Indonesia secara fisik bertambah luas sebanyak 367.500 Hektar atau kira-kira 25.100 ha pertahun , dimana 60 % perkembangan terjadi di Jawa ; 20% di Sumatera , dan 20% lainnya di Kawasan Timur. Perkiraan ini memberikan kecenderungan bahwa wilayah perkotaan di Jawa  akan bertambah luas 15.000 Ha pertahun, disamping itu perluasan untuk pembangunan jalan dan industri akan membutuhkan lahan kira-kira 40.000 pertahun. Lebih jauh lagi sampai dengan 2010 di Jawa aka nada 390.000 Ha ( 13,6%) dari 3,4 juta Ha sawah irigasi yang potensial untuk dikonversi menjadi lahan non-pertanian karena letaknya yang strategis didekat pusat pertumbuhan industry maupun pemukiman.

Perilaku boros air, tidak peduli dan tidak ramah lingkungan. Perilaku masyarakat yang boros air dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari , demikian juga pembuangan sampah padat dan limbah cair ke air dan sumber air tidak saja menyebabkan penyempitan sungai tetapi juga menebarkan bau tidak sedap disepanjang sungai/kanal.

3. Permasalahan dari sisi manajemen


Penanganan yang terfragmentasi. Dengan sifat SDA yang dinamis  maka penanganan SDA menjadi terfregmentasi di beberapa departemen. Tiap sektor  menangani sehingga cenderung membentuk egoism sektoral yang menitik beratkan  kepada kepentingan masing-masing. Akibatnya terjadi tumpang tindih maupun “gap” (kekosongan) tanggung jawab dan wewenang institusi yang merencanakan dna membuat aturan.  Institusi yang berhubungan dengan kualitas air misalnya , juga bermacam-macam sehingga sampai saat ini masalah lingkungan masih belum terpecahkan.

Kelemahan koordinasi. Koordinasi  pengelolaan sumber daya air dipusat maupun daerah masih lemah.

Lembaga koordinasi di tingkat pusat baru mencakup antar instansi terkait dan belum melibatkan seluruh komponen stakeholder secara lengkap

Belum optimalnya fungsi lembaga koordinasi di tingkat Provinsi yaitu Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA) dan tingkat satuan wilayah sungai (SWS) yaitu Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air (PPTPA) di Jawa dan belum berfungsinya / terbentuk PTPA dan PPTPA di provinsi-provinsi luar Jawa.

PTPA dan PPTPA belum mencakup seluruh komponen stakeholder .

Belum memadainya perangkat peraturan perundang-undangan.

 

Akibat dari Permasalahan Air

Akibat adanya hubungan timbal balik dan interaksi antara manusia dan sumberdaya air yang ada dan lingkungan lainnya. Maka penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air yang ada juga akan mengakibatkan kemerosotan dalam kehidupan manusia itu sendiri. Akumulasi interkasi berbagai kerusakan sumber air yang ada pada akhirnya kemudia menimbulkan bencana pada kehidupan manusia itu sendiri. Berbagai peristiwa bencana alam seperti banjir, longsor, penurunan muka air tanah, amblesan, intrusi air laut yang terjadi di pelosok tanah air, sebetulnya bukanlah merupakan bencana alam belaka, melainkan akibat kerusakan yang ditimbulkan manusia itu sendiri yang secara tidak langsung kemudian akan menurunkan tingkat kualitas hidup mereka.


Selain itu penurunan fungsi sarana dan prasarana bangunan yang dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti berbagai bendungan yang diperuntukan bagi peningkatan kuantitas sumber air dan pemenuhan kebutuhan listrik bagi masyarakat telah terancam oleh adanya peningkatan sedimentasi yang terjadi pada bendungan-bendungan tersebut sehingga akan mempengaruhi usia pakai dan kegunaannya. Peningkatan sedimentasi terjadi akibat adanya peningkatan erosi oleh adanya kerusakan lahan dan vegetasi di bagian hulu sungai yang merupakan konservasi sumberdaya air bagi daerah aliran sungai yang ada. Sementara itu, pada umumnya kerusakan ditimbulkan oleh adanya tekanan hidup yang dialami oleh para penduduk terhadap sumberdaya lahan dan kawasan yang terdapat di daerah tersebut. Reaksi berantainya yang kemudian terjadi adalah timbulnya bencana-bencana longsor di daerah daerah yang telah mengalami kerusakan-kerusakan tersebut.


Solusi Permasalahan

Untuk menangani permasalahan di atas, dapat dilakukan beberapa cara di bawah ini 


1. Jangka Pendek.

Program ini merupakan program yang memiliki jangka waktu berkisar 1-3 tahun, yang dirancang untuk water_treatmentdirealisasikan dalam waktu dekat. Kegiatan dalam program ini antara lain :

Menggalakkan gerakan hemat air. Dengan gerakan hemat air, diharapkan masyarakat dapat memiliki persediaan air ketika musim kemarau datang, sehingga tidak ada lagi krisis air.

Menggalakkan gerakan menanam pohon, seperti one man one tree.Kesadaran masyarakat untuk menanam pohon yang dibiarkan tumbuh besar, bisa menjadi salah satu kegiatan yang mampu mencegah terjadinya krisis air. Dimana dengan banyaknya pohon yang mampu menangkap air, terutama di hulu, dimungkinkan air hujan tidak akan langsung mengalir begitu saja dari hulu ke hilir dan terbuang sia-sia ke laut, tetapi bisa tertadahi dan dimanfaatkan ketika air mulai sukar didapat.

Konservasi lahan, pelestarian hutan dan daerah aliran sungai.

Pembangunan tempat penampungan air hujan seperti situ, bendungan, dan waduk sehingga airnya bisa dimanfaatkan saat musim kemarau.

Mencegah seminimal mungkin air hujan terbuang ke laut dengan membuat sumur resapan air atau lubang resapan biopori.

Mengurangi pencemaran air, baik oleh limbah rumah tangga, industri, pertanian, maupun pertambangan.

 

2. Jangka Menengah.

Program jangka menengah ini merupakan sebuah program yang dimungkinkan dapat terealisasikan dalam waktu lebih dari 3 tahun.

Pengembangan proyek pipa pemompa air tanah. Pengembangan proyek ini berguna ketika air yang tersedia di penampungan air hujan tidak dapat mencukupi kebutuhan warga ketika musim kemarau.

Perluasan penyaluran PDAM di daerah terpencil. PDAM seringkali tidak menjangkau daerah desa terpencil. Sehingga warga desa yang tidak mendapat pasokan air dari PDAM pun akan merasakan krisis air bersih terutama ketika musim kemarau tiba.

Pengembangan teknologi desalinasi untuk mengolah air asin (laut) menjadi air tawar.

 

3. Jangka Panjang

Program jangka panjang adalah program yang dirancang untuk dilakukan melalui serangkaian proses, tidak dapat direalisasikan langsung dalam waktu yang singkat.

Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Air.Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap dan handal mengenai potensi dan produktivitas sumber daya air melalui kegiatan penguatan sistem informasi yang menjamin terbukanya akses masyarakat terhadap informasi yang ada. Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat akan semakin sadar untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya air yang ada dengan sebaik-baiknya. Bukan berlebihan dan bukan merusak atau mencemarinya.

Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Air. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas air dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang rusak akibat pemanfaatan yang berlebihan, kegiatan industri perkotaan maupun domestik, serta transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas air yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan.

Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Dengan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SDA, dapat mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan yang diakibatkan oleh air, serta mencegah terjadinya krisis air akibat penggunaan air yang berlebihan

Happy reading!! Hopefully the information I share can be useful for all of us.