Benarkah vaksin MMR menyebabkan autis?

 


Autisme adalah suatu bagian dari spektrum gangguan tumbuh yang ditandai dengan gangguan interaksi sosial, komunikasi, serta minat dan aktivitas yang terbatas dan berulang. Autisme tersering terdeteksi pada usia 18-30 bulan, paling sering pada anak laki-laki. Penyebab autisme belum diketahui secara pasti, namun para ahli berpendapat bahwa proses yang menyebabkan autisme dimulai sejak sebelum lahir, dan faktor genetik diduga berperan dalam hal ini, salah satunya dengan adanya struktur otak abnormal yang ditemukan sejak bayi masih dalam kandungan pada masa awal kehamilan.

Vaksinasi-Dapat-Menyebabkan-Autisme-Alodokter

Gejala-gejala autisme biasanya muncul ketika anak berusia satu hingga tiga tahun dan gejala ini bervariasi, tergantung pada keparahan kondisi dan sebagian besar pusat pada bagaimana anak berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

ketidaktahuan yang dirasakan orangtua adalah wajar, melihat autis ini tidak ada obat yang dikenal dan mengetahui cara-cara pencegahannya. Walaupun dengan terapi yang intensif dapat membantu mengurangi gejala autis, tapi sebenarnya kondisi tersebut akan selalu ada.

Meningkatnya jumlah anak yang hidup dengan autisme pada beberapa dasawarsa terakhir menyebabkan kemunculan dugaan bahwa penyebabnya adalah penyebabnya. Kekhawatiran ini dapat dijangkau karena penyebab autisme sendiri hingga saat ini masih belum dapat dipastikan. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada anak, sangat wajar jika orang tua ingin menemukan hal yang menjadi penyebabnya. Mereka mencari berbagai faktor yang diduga bisa menjadi pemicu. Di antara berbagai faktor tersebut, vaksin menjadi salah satu hal yang dianggap sebagai penyebab autisme. Banyak informasi yang beredar seputar hal ini, mulai dari pendapat perorangan hingga lembaga kesehatan. Sebagai akibatnya, penyakit yang seharusnya bisa dihasilkan dengan memanfaatkan menjadi tidak tertangani dan justru risikonya sendiri bagi yang menolak vaksin tersebut.

Salah satu bahan yang dianggap sebagai penyebab autisme adalah thimerosal, yaitu bahan pengawet dalam vaksin. Bahan ini dianggap dapat menjadi racun yang menyerang sistem saraf pusat yang menjadi pemicu autisme pada anak. MMR adalah suatu vaksin yang memberikan perlindungan terhadap penyakit campak (campak), gondongan (gondongan/parotitis), dan rubella (campak Jerman). Insiden ketiga penyakit ini masih sangat tinggi di Indonesia, merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan berbagai komplikasi berat bagi anak, dewasa, maupun ibu hamil, dan dapat menimbulkan cacat permanen. Jadwal pemberian vaksinasi MMR adalah usia 15-18 bulan, sedikit sebelum usia tersering autisme terdeteksi (18-30 bulan).

Selama bertahun-tahun, banyak para ahli dan orangtua yang merasakan kebingungan pada permasalahan vaksin MMR sebagai penyebab autisme. Hubungan antara MMR dan autisme dimulai ketika beberapa orangtua melihat perubahan perilaku pada anak-anak mereka setelah anak-anak tersebut diberikan vaksin MMR. Para orangtua tersebut mengatakan bahwa anak-anak mulai berulang-ulang kata-kata berulang atau menjadi tidak banyak bicara.

Namun, telah titik terang selama lebih dari 15 tahun terakhir, banyak institusi independen yang menguji hubungan antara vaksin dengan autisme dan tidak menemukan hubungan antara paparan thimerosal dengan autisme. Berikut ini beberapa kesimpulan di antaranya:

Tidak ditemukan hubungan sebab dan akibat antara vaksin dengan thimerosal sebagai pemicu autisme.

Tidak ada bukti yang mendukung hubungan antara vaksin yang mengandung thimerosal dan fungsi neuropsikologi pada anak usia 7-10 tahun.

Penelitian terhadap anak-anak yang mendapat vaksin DTaP yang mengandung thimerosal dibandingkan dengan mereka yang menerima vaksin yang sama tanpa thimerosal. Sepuluh tahun kemudian, penelitian tersebut tidak menemukan gangguan saraf pada anak yang menerima vaksin dengan thimerosal.

Tidak ditemukan asosiasi antara vaksinasi dengan autisme atau gangguan autisme spektrum lain. Tidak ada peningkatan risiko berkembangnya autisme atau kelainan autisme spektrum setelah menerima vaksin MMR , kandungan merkuri, dan thimerosal dalam vaksin. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa vaksinasi tidak berhubungan dengan perkembangan autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD).

Meski demikian, untuk mengantisipasi kemungkinan, beberapa negara sudah menghentikan pemberian vaksin dengan thimerosal dan menggantinya dengan bahan lain.

Pada akhirnya, vaksin telah terbukti menyelamatkan manusia dari penyakit-penyakit mematikan yang sebelumnya tidak dapat disimpan. Jika memang ada beberapa kasus yang terjadi setelah pemberian vaksin, hal ini tidak dapat digeneralisasi atau langsung diberikan sebagai penyebab. Setiap pernyataan perlu diuji kebenarannya dan untuk saat ini, vaksin tidak menyebabkan autisme. Sehingga dapat disebut bahwa manfaat vaksinasi jauh melebihi risiko yang dapat ditimbulkannya.

Happy reading!! Hopefully the information I share can be useful for all of us.